时间:2025-05-21 02:22:09 来源:网络整理 编辑:时尚
Warta Ekonomi, Jakarta - Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam quickq免费版下载
Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam keadaan genting. Berbeda dengan masa lampau, kawasan Asia Tenggara, tepatnya wilayah Laut China Selatan (LCS), kini menjadi tempat kekuatan-kekuatan besar dunia saling berhadapan sehingga meningkatkan ketegangan kawasan.
Bagi Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto, agresivitas China dalam sekitar 15 tahun terakhir ini menjadi salah satu faktor yang berkontribusi bagi terciptanya ketegangan tersebut.
“Pada masa lalu, sejak zaman Deng Xiaoping hingga Pemerintahan Hu Jintao, meski sudah memupuk kekuatan, China mempertahankan sikap low profiledan berupaya menyembunyikan kekuatannya," kata Johanes saat menghadiri seminar “China dan Keamanan Maritim Regional: Pandangan dari Asia Tenggara” di Jakarta, Senin (19/5).
"Meski terjadi ketegangan antara China dengan negara-negara Asia Tenggara, seperti konflik dengan Vietnam tahun 1974 dan 1988, serta ketegangan dengan Filipina di tahun 1995, namun ketegangan saat itu tidak meningkat seperti saat ini,” sambungnya.
Baca Juga: Telepon Jerman, Beijing Desak Uni Eropa Hentikan 'De-Risking' Terhadap China
Namun, menurut pemerhati China yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi UPH Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, sejak 2012, China terlihat semakin memperlihatkan kekuatannya, dan bahkan aktif melakukan apa yang oleh para ahli disebut sebagai aktivitas zona abu-abu (greyzone), yaitu memobilisasi unsur-unsur maritim sipil didukung oleh unsur Penjaga Pantai China dan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat, untuk beraktivitas di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara-negara Asia Tenggara.
Johanes menambahkan bahwa beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia, pernah mengalami hal serupa, yakni menjadi sasaran dari aktivitas pelanggaran hak berdaulat oleh China, yang dilakukan dengan berdasar pada 10 garis putus-putus yang hanya dilandasi oleh apa yang China sebut sebagai “hak sejarah”, namun sebenarnya tidak sah berdasarkan hukum laut internasional, yaitu UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea).
Merespons hal di atas, Johanes beranggapan bahwa negara-negara Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) perlu meningkatkan persatuan dan kemampuan dalam menghadapi sikap agresif China tersebut.
Peningkatan persatuan itu penting karena menurut Ristian Atriandi Supriyanto, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, negara-negara ASEAN justru sedang terbelah dalam menghadapi perilaku agresif China.
Baca Juga: Impor Timah China dari RI Meledak, Ternyata Gegara Ini!
“Sebagian dari negara-negara ASEAN mengambil pendekatan lunak karena merasa lemah menghadapi China, atau merasa China terlalu penting, terutama secara ekonomi,” tuturnya.
Akademisi yang baru saja menyelesaikan disertasi doktor di Australian National University itu khawatir bila terdapat anggapan di kalangan elite pemerintah negara-negara ASEAN bahwa perundingan dan pengakuan terhadap klaim China merupakan pengorbanan yang cukup kecil karena kerja sama dengan China dianggap memberi lebih banyak keuntungan.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian Maritim (Kapusjianmar) Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal), Laksamana Pertama (Laksma) TNI Salim, S.E., M.Phil., M.Tr Opsla, juga sepakat dengan pandangan bahwa Asia Tenggara saat ini sedang menghadapi tantangan yang muncul dari adanya rivalitas dua kekuatan besar dunia.
Oleh karenanya, menurut Perwira Tinggi TNI AL itu, negara-negara kawasan Asia Tenggara harus berupaya menghadirkan stabilitas dan kedamaian kawasan, antara lain dengan menggalakkan dialog dan diplomasi maritim untuk menemukan solusi bagi sengketa-sengketa maritim regional.
Halaman BerikutnyaHalaman:
7 Makanan Sumber Kalsium Terbaik, Bikin Tulang Kuat Sampai Tua2025-05-21 01:25
Syarat Putin Mau Ketemu Zelenskiy, Ini Bocoran Kremlin2025-05-21 01:24
Berkaca Sarinah, Pemprov DKI Revitalisasi Pasar Tanah Abang Buntut Sepi Pengunjung2025-05-21 01:22
Bukan Naikkan Harga, Trump Desak Pengusaha Tanggung Efek Kebijakan Tarif AS2025-05-21 01:13
Metro Style Cilandak Manjakan Pelanggan dengan Tren Fashion Terkini2025-05-21 01:00
Tekan Polusi Udara, Belasan Gedung di Jakarta Dipasang Water Mist2025-05-21 00:50
Profil 3 Stadion yang Bakal Digunakan Timnas Indonesia Tampil di Piala Asia 2023 Qatar2025-05-21 00:37
Ibu Kota Negara Bakal Pindah, Dukcapil Himbau Warga Jakarta Harus Cetak Ulang e2025-05-21 00:19
Ikuti Tren TikTok, Orang Tua Ini Beri Nama Anaknya 'Demure'2025-05-20 23:55
Konsumsi 6 Makanan Ini agar Tidak Terkena Batu Empedu2025-05-20 23:42
Diklaim Ramah Lingkungan, Empat Sekolah di Jakarta Disulap Berkonsep Net Zero Carbon2025-05-21 02:10
ORASKI Tegaskan Tidak akan Turun Demo Ojol 20 Mei2025-05-21 02:08
PN Jakpus Gelar Sidang Perdana Harvey Moeis dalam Kasus Timah Pada 14 Agustus 20242025-05-21 01:48
Disorot BEI Soal Volatilitas Transaksi, Emiten Sawit PTPS Buka Suara2025-05-21 01:42
Inisial M, Megawati Umumkan Bakal Cawapres Ganjar Pranowo Besok2025-05-21 01:41
Bukan Kerugian Negara, BLT Minyak Goreng Disebut Karena Kenaikan Harga2025-05-21 01:29
Cara Mudah dan Efektif Menghilangkan Mata Ikan di Kaki2025-05-21 01:03
5 Zodiak Paling Bersinar di Tahun 2025, Kamu Termasuk?2025-05-21 00:46
PPATK Blokir Ribuan Rekening Dormant, Bos OJK: Tidak Ada Arahan Khusus ke PPATK2025-05-20 23:57
Tekan Polusi Udara, Belasan Gedung di Jakarta Dipasang Water Mist2025-05-20 23:56